Tuntunan Shalat: Rukun-rukun Shalat 1

sumber: viralsekarang.com

Tulisan ini merupakan hasil terjemahan bebas penulis dari kitab “Kifayatus Shalah”, karya Syaikhona Yahya Faraidl Kamal. Kitab kecil ini ditulis dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Arab, Jawa dan Madura. Meskipun tampak kecil, isi kitab ini cukup lengkap untuk panduan shalat bagi orang-orang awam seperti saya.

Dalam menerjemah kitab ini, ada beberapa hal yang sengaja saya tambahkan, adapula yang sengaja saya buang, karena memang dianggap sudah cukup. Demi memudahkan pemahaman dan tidak terkesan mengulang-ngulang kalimat yang tidak diperlukan. Dengan memohon pertolongan Allah SWT, saya akan memulai terjemahan bebas ini:

Rukun-rukun Shalat
Rukun shalat ada tujuh belas. Yang dimaksud dengan rukun adalah sesuatu yang harus ada saat mengerjakan shalat. Apabila salah satu dari yang tujuh belas tidak ada (tidak dilakukan), maka shalatnya menjadi batal atau tidak sah. Baik yang tidak dilakukan itu karena faktor kebodohan, lupa atau pun sengaja. Rukun-rukun tersebut adalah:

Pertama; Niat
Niat tempat di hati. Niat adalah satu-satunya rukun shalat yang disebut rukun qalbiyah, karena hanya berupa suara hati. Yang dimaksud niat adalah ingatnya (kesadaran) hati. Karena ini berkaitan dengan shalat, maka yang harus diingat adalah tiga hal: shalat (pekerjaannya), dhuhur (namanya) dan fardlu/wajib (hukumnya).

Tiga hal itu harus jelas terdesir dalam hati, disadari betul bahwa “saya shalat dhuhur fardlu”. Kata “dhuhur” disesuaikan dengan shalat yang akan kita lakukan, bisa diganti dengan “ashar”, “maghrib”, “isya’” atau “subuh”. Sementara di luar yang tiga, seperti menghadap kiblat dan jumlah raka’at, nama imam kalau sedang berjama’ah, tidak perlu disebutkan.

Waktu pelaksanaan niat ini adalah menjelang takbiratur ihram, dan terus berlangsung pada saat takbir. Artinya, tiga hal tersebut harus diingat (dihadrikan) dulu dalam hati, setelah mantab, baru melakukan takbiratur ihram (takbir pembukaan shalat), tanpa melupakan yang tiga tadi. Niat ini tidak terlalu rumit, hanya berupa kesadaran hati saja, yang selanjutnya membangun konsentrasi untuk menghadirkan Tuhan yang kita sembah dalam hati.

Kedua; Takbiratur Ihram
Takbiratul ihram adalah ucapan “Allahu Akbar” yang disertai dengan niat sebagai pembukaan shalat. Lafadz “Allahu Akbar” ini tidak boleh diganti dengan lafadz lain, meskipun memiliki arti yang sama, seperti mengucapkan “Allahu A’dham”: sama-sama berarti Allah Yang Maha Besar/Agung.

Kalau ada takbir dalam shalat yang tidak disertai dengan niat, itu namanya takbir intiqal. Yaitu takbir perpindahan antara satu rukun dengan rukun yang lain, kecuali antara tasyahhud akhir, shalawat dan salam, di antara ketiga tidah boleh disisipi ucapan takbir intiqal.

Ketiga: Berdiri bagi Yang Mampu
Berdiri bagi orang yang mampu melaksanakannya. Apabila tidak mampu, seperti sedang sakit, dan bila shalat dalam keadaan berdiri jadi lebih terasa sakitnya, maka diperbolehkan shalat dalam keadaan duduk. Kalau masih tidak mampu, boleh shalat sambil tiduran, baik tidur miring dengan kepala di utara atau tidur telentang dengan kepala di timur. Bagaimanapun posisi shalatnya, tetap harus menghadap ke arah kiblat.

Keempat; Membaca Surat Al-Fatihah
Fatihah adalah surat pembuka dalam Al-Quran, dimulai dari lafadz “bismillah” sampai pada lafadz “wa ladldlallin”. Sedangkan lafadz “a’udzu billah” dan “amien”, bukan bagian dari surat Al-Fatihah. Membaca keduanya hanya disunnahkan saja. Tidak dibacapun, tidak sampai membatalkan shalat. Penjelasan lebih lanjut tentang suratAl-Fatihah ini, akan dijelaskan pada syarat-syarat tambahan dalam shalat.

Kelima; Ruku’
Ruku’ adalah menundukkan kedua bahu seukuran kedua telapak tangan sampai menyentuh kedua lutut. Sambil berpegangan boleh, tidak berpegangan pada kedua lutut, artinya membiarkan kedua tangan tergantung menjurai, juga boleh. Tapi kalau sambil berpegangan hukumnya sunnah, kita mendapat pahala tambahan. Ruku’ ini termasuk kategori rukun panjang, berlama-lama dalam ruku’ tidak masalah, alias boleh-boleh saja.

Keenam; Thuma’ninah saat Ruku’
Thuma’ninah adalah mendiamkan seluruh anggota badan, kira-kira selama membaca lafadz “subhanallah” satu kali. Andaipun tanpa membacanya juga tidak masalah, yang penting waktunya tetap sesuai, artinya tidak lebih pendek. Namun kalau membaca lafadz “subhana rabbiyal a’la wa bihamdih”, sebanyak tiga kali, akan mendapatkan pahala karena termasuk sunnah.

Ketujuh; I’tidal
I’tidal adalah berdiri tegak setelah melakukan ruku’. Kalau berdirinya tidak tegak atau tidak lurus, masih sedikit membungkuk, maka i’tidalnya tidak sah. Kecuali bagi orang yang sedang udzur, seperti orang tua yang memang sudah bungkuk. i’tidal termasuk jenis rukun pendek, jadi berlama-lama dalam i’tidal tidak diperbolehkan.

Ukuran lamanya beri’tidal adalah membaca surat Al-Fatihah, khusus bagian wajibnya saja, tanpa membaca “ta’awudz” dan “amien”, dan membaca lafadz “rabbana lakal hamdu” sampai selesai. Kalau lama waktu i’tidal sesuai dengan ukuran lamanya membaca keduanya, maka i’tidalnya tidak sah, dan shalatnya pun menjadi batal seketika.

Kedelapan; Thuma’ninah saat I’tidal                                                    
Keterangan thuma’niah di sini, sama dengan yang sebelumnya. Hanya saja, yang disunnahkan dalam i’tidal ialah membaca “rabbana lakal hamdu” sampai selesai.

Bersambung……
Previous
Next Post »