Beberapa Aliran dan Pemikiran Kalam dalam Islam

sumber: thayyiba.com
Pendahuluan
Persoalan munculnya aliran-aliran dalam ilmu kalam (teologi) mayoritas dilatarbelakangi berbagai hal-ihwal yang terkait erat dengan fenomena politik. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Harun Nasution (1990) bahwa peristiwa timbulnya firqah-firqah dalam bidang kalam diawali dengan lahirnya peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang terus berlanjut dengan adanya penolakan Mu'awiyah terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Kesenjangan ini terus berlanjut dengan meletusnya perang shiffin yang berakhir dengan keputusan arbitrase atau tahkim.

Dalam perang Shiffin, tentara Mu'awiyah terdesak sehingga pihak Mu'awiyah meminta berdamai dengan mangangkat al-Quran ke atas. Qurra yang ada di pihak Ali mendesak Ali bin Abi Thalib agar menerima tawaran itu. Maka disepakatilah dengan mengadakan arbitrase atau tahkim yang masing masing pihak mendelegasikan perwakilannya untuk membuat keputusan yang bisa diterima bersama.

Persoalan tahkim inilah yang menjadi akar utama tumbuhnya aliran-aliran kalam yang bermunculan secara nyata dan terang-terangan lengkap dengan doktrin-doktrin teologis masing-masing. Aliran-aliran ini terus berlanjut membentuk anak cabang yang menyebar ke berbagai dunia Islam dan acap kali menimbulkan pertentangan dalam rumpun sejarah sepanjang waktu.

Sejaran Munculnya Aliran-aliran dalam Ilmu Kalam
     1.  Sejarah Munculnya Kelompok Khawarij
     Keputusan untuk mengadakan tahkim yang dilakukan oleh Abi bin Abi Thalib atas permintaan Qurranya telah menumbuhkan bibit-bibit kekecewaan di hati sebagaian para pengikutnya. Karena mereka beranggapan bahwa keputusan tahkim yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib terhadap Mu'awiyah merupakan suatu tindakan atau keputusan yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum-hukum Allah yang tertulis jelas dalam kitab Al-Quran (Nasution, 1995).

         Khawarij termasuk aliran dalam ilmu kalam yang pertama kali muncul dalam sejarah kebudayaan Islam. Sebutan khawarij berasal dari lafadz kharaja yang berarti keluar. Hal ini ditujukan kepada seluruh keolompok yang keluar atau tidak mengakui pemerintahan Islam yang sah yang telah diakui oleh sebagian umat Islam, mulai di zaman Khulafa'ur Rosyidin, tabi'in dengan cara yang tidak menggunakan kekerasan.

         Akan tetapi, secara khusus sebutan khawarij diartikan sebagai aliran kelompok Ali yang dulu setia tapi kemudian berpaling dari Ali bin Abi Thalib karena telah melakukan tahkim. Sebab mereka beranggapan bahwa tahkim bertentangan dengan al-Quran dan Hadits. Tiada hukum yang dipakai kecuali hukum-hukum yang tekah ditentukan oleh Allah. Sehingga mereka menolak keputusan Ali untuk tahkim (Karman dan Supiana, 2004).

     2.  Sejarah Munculnya Kelompok Mur'jiah
          Munculnya kelompok Murji'ah ke atas pentas sejarah Islam sebagai salah satu reaksi atas sikapnya yang tidak mau melibatkan diri dalam percekcokan yang terjadi antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah, terutama dalam kegiatan saling tuduh dan saling mengajukan kalaim kafir-mengkafirkan terhadap orang-orang Islam yang melakukan dosa besar.

         Sebutan delompok murji'ah berasal dari turunan kata arja'a yang berarti menunda atau menangguhkan. Selain itu, kata arja'a mengandung arti lain memberi harapan. Yakni memberi harapan kepada para pelaku dosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT. Dan di luar itu, arja'a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Berdasarkan dari arti kata-kata tersebut, sebutan kata murji'ah ditujukan kepada kelompok orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yaitu Ali dan Mu'awiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak (Rozak dan Anwar, 2007)

         Oleh karena itu, kelompok murji'ah tidak pernah disibukkan dengan doktrin kafir dan kufur terhadap orang-orang mukmin yang melakukan dosa besar. Mereka lebih memasrahkan keputusannya kepada Allah di hari kemudian. Apa yang dilakukan oleh Ali dan Mu'awiyah tidaklah diputuskan di dunia, bahwa mereka telah kafir karena dinilai bertentangan dengan hukum-hukum Allah yang telah tertulis dalam kitabNya. Maka problema tersebut disambut dingin oleh kelompok murji'ah karena bagi mereka Allah Yang Maha Tahu dan Berkuasa. Jadi biarlah Allah yang menentukan segalanya. 

     3.  Sejarah Munculnya Kelompok Mu'tazilah
          Aliran Mu'tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam agama Islam yang sering diklasifikasikan oleh banyak orang sebagai kelompok pemikir kalam yang rasionalis. Aliran ini muncul sekitar abad pertama Hijriyah di kota Bashrah, yang ketika itu menjadi kota sentral ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam Islam. Secara khusus, Mu'tazilah muncul berkenaan dengan Washil bin Atha' yang tidak sependapat dengan gurunya, Hasan Al-Bashri, tentang status orang yang melakukan dosa besar.

        Washil tidak bisa menerima pendapat gurunya yang mengatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar tetap berada dalam keadaan mukmin, tapi mukmin yang bermaksiat, sehingga dia akan tetap dimasukkan ke dalam neraka sesuai dengan kadar kemaksiatan yang dilakukannya. Asumsi tidak diterima oleh Washil sehingga akhirnya memberikan tanggapan sendiri dan dijadikan landasan pemikiran teologisnya. Washil berpendapat bahwa orang yang mukmin yang melakukan dosa besar tidak bisas disebut sebagai mukmin atau kafir, tapi di antara ke dua stigma tersebut, yaitu manzilah baina manzilain.

     4.  Sejarah Munculnya Kelompok Syi'ah
       Hadirnya ideologi kalam kelompok Syi'ah dalam pentas sejarah menimbulkan ragam perbedaan di kalangan para ahli dan umat Islam. Menurut Abu Zarrah, Syi'ah mulai muncul pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan yang semakin menunjukkan batang hidungnya setelah pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Adapun seorang pemikir lain, Watt, berpendapat bahwa Syi'ah baru menunjukkan eksistensi yang sebenarnya saat meletusnya peperangan antara Ali dan Mu'awiyah yang dikenal dengan sebutan perang Shifin.

          Pasca peperangan ini, sebagian pendukung Ali bin Abi Thalib keluar karena tidak puas, tidak menerima, keputusan Ali untuk menerima tahkim yang diajukan oleh pihak Mu'awiyah. Akhirnya mereka keluar dari barisan pendukung Ali dan membuat kelompok sendiri yang dinamakan dengan Khawarij, yaitu orang-orang yang keluar. Realitas pahit semakin menumbuhkan adanya solidaritas yang kokoh dalam pasukan Ali yang masih setia padanya. Solidaritas kelompok inilah yang pada akhirnya menjadi bibit resmi dari munculnya kelompok Syi'ah yang begitu fanatik pada Ali biun Abi Thalib.

     5.  Sejarah Munculnya Ahlus Sunnah wal Jama'ah
         Sebutan Ahlus Sunnah wal Jama'ah sering kali dinisbahkan pada dua pemikir kalam yang begitu masyhur, yaitu Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur Al-Maturidi. Dari pemikiran kedua tokoh inilah paham teologis Ahluss Sunnah wal Jama'ah lahir sebagai salah satu aliran kalam yang muncul dalam pentas sejarah kebudayaan Islam di dunia.

      Pemikiran yang dicetuskan oleh Al-Asy'ari dan Al-Maturidi sebenarnya merupakan reaksi terhadap Mu'tazilah yang dinilai terlalu memberikan ruang bebas bagi akal tanpa menempatlkan posisi wahyu pada jajaran yang seimbang. Sehingga pada perkembangannya banyak paham-paham dari Mu'tazilah yang bertentangan dengan dalil-dalil al-Quran dan Al-Hadits yang sangat berpotensi terhadap pemahaman yang salah dalam kalam. Terlebih dengan adanya kecelakaan sejarah yang menjadikan Mu'tazilah sebagai paham resmi negara dan harus diikuti oleh seluruh umat Islam dengan paksa.

Aneka Pemikiran Kalam dalam Islam
     1.  Pemikiran Kalam Kelompok Khawarij
          Ada beberapa persoalan penting yang menjadi pemikiran sentral kelompok Khawarij. Di antaranya adalah:
          a. Iman dan Kufur
       Menurut pemahaman orang-orang yang berhaluan Khawarij, iman tidak cukup hanya dengan membenarkan dalam hati atau mengikrarkan dengan lisan, tapi iman harus dibuktikan dengan tindakan nyata. Bahkan amal seseorang menempati posisi paling tinggi dalam menentukan  apakah dia masuk kategori orang yang beriman atau tidak.

           Iman tidak bisa kalau hanya berupa pengakuan dalam hati tanpa diikuti dengan tindakan nyata seseorang dalam menjalankan segala perintah-perintah agama. Boleh saja seseorang mengaku dirinya telah beriman, tapi kalau hal pengakuan tersebut tidak dibuktikan dengan amalnya maka pengakuan orang tersebut tidak bisa diterima oleh orang-orang yang masuk dalam kelompok Khawarij.

          b. Status Pelaku Dosa Besar
               Kelompok aliran kalam Khawarij sepakat bahwa orang yang melakukan dosa besar hukumnya kafir kare telah melakukan penghianatan terhadap agamanya. Dalam pandangan mereka, setiap orang yang beriman kepada agama secara otomatis harus  (wajib) melakukan segala hukum dan peraturan yang telah ditentukan oleh agama tersebut. Jika hal itu tidak dilakukan maka mereka termasuk orang-orang yang menentang Tuhannya sekalipun di hatinya mengaku beriman, sehingga mereka semua adalah kafir.

     2.  Pemikiran Kalam Kelompok Murji'ah
          Kelompok Murji'ah juga memiliki ragam pemikiran kalam yang menjadi ciri khas darti kelompok ini. Inilah beberapa pemikirannya:

          a.  Status Orang yang Melakukan Dosa Besar
              Berbeda dengan kelompok sebelumnya, yakni Khawarij, aliran kalam kelompok Murji'ah tidak langsung memutuskan orang-orang yang melakukan dosa besar dapat dihukumi kafir dan kekal di dalam neraka menerima siksa Tuhan yang sangat pedih. Tetapi mereka  berpadangan bahwa biarlah Allah sendiri yang akan memutuskan apakah mereka yang selalu melakukan dosa besar dicap sebagai kafir  sehingga dikekalkan dalam nerakaNya, atau masih berada dalam kategori mukmin sehingga punya harapan untuk masuk surga.

              Penundaan ini terkait dengan pendirian mereka bahwa mereka, atau manusia manapun, tidak diberi kekuasaan oelh Allah untuk mengafirkan kelompok tertentu, apalagi mereka masih orang-orang Muslim, yang meskipun dalam hal ini, melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori dosa besar.

          b.  Pengertian Iman
               Apa yang disebut sebagai iman tidak bisa diukur dengan tindakan-tindakan nyata yang dilakukan oleh seseorang. Sebab iman bagi mereka cukup di hati, bahkan sebagian dari kelompok Murji’ah ini mengatakan meskipun orang-orang yang beriman melakukan dosa besar tidak menyebabkan dia jadi kafir dan di ahirat tidak akan dimasukkan ke dalam neraka. Karena iman yang berarti pembenaran dalam hati tidak ada kaitan logis dengan beragam tindakan praktis yang dilakukannya.

     3.  Pemikiran Kalam Kelompok Mu'tazilah
         Mu'tazilah dikenal dengan aliran kalam rasionalis karena memang pola pemikirannya lebih didominasi oleh pemikiran yang didasarkan pada daya akal, tidak terikat dengan dalil-dalil naqli. Beberapa point pemikirannya seputar teologis dapat diketahui di bawah ini:

          a.  Kedudukan Orang yang Berdosa Besar
          Konsep pola pemikiran kelompok Mu'tazilah tentang status yang disandang oleh umat Islam yang melakukan dosa besar tidak sama atau bertolak belakang dengan ke dua aliran kalam di atas. Dalam pandangan Mu'tazilah, orang yang telah melakukan dosa besar tidak disebut sebagai mukmin juga tidak bisa dikatakan sebagai kafir. Tetapi mereka berada di antara dua stgma tersebut, hal inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan manzilah baina manzilatain. Kalau mereka mati tanpa bertaubat lebih dulu, maka akan disiksa dalam neraka selamanya, akan tetapi siksanya lebih ringan dari siksa yang diberikan Allah kepada para kafir murni.

          b.  Tentang Iman dan Kufur
            Seluruh pemikir Mu'tazilah sepakat bahwa amal perbuatan merupakan salah satu unsur terpenting dalam konsep iman, bahkan hampir mengidentikkan dengan iman. Ini mudah dimengerti karena konsep mereka tentang amal-sebagai bagian terpenting dari iman- memiliki keterkaitan langsung dengan konsep poemikirinnya yang lain seputar wa'ad wal wa'id (janji dan ancaman Tuhan) yang mengisyarakat bahwa setiap orang akan merasakan balasan dari Tuhannya sesuai dengan perbuatan masing-masing (Rozak dan Anwar, 2007).

     4. Pemikiran Kalam Kelompok Syi'ah
          Dalam hal ini, apa yang akan dijelaskan dalam pemikiran Syi'ah tidak sama dengan point di atas. Karena keterbatasan penulis yang kurang lengkap dalam memahami berbagai aliran pemikiran dalam tubuh Syi'ah. Akan tetapi kami hanya akan mengutip beberapa persolan penting yang juga menjadi landasan pemikiran kalam kelompok Syi'ah. Di antaranya adalah:

          a.  Sifat-sifat Tuhan                    
              Sebagian besar tokoh Syi'ah menolak bahwa Allah senantiasa bersifat tahu. Karena mereka menilai bahwa pengetahuan itu bersifat baru, sehingga berlawanan dengan sifat Allah yang lain yaitu qadim, yang berarti dahulu. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa Allah tidak tahu terhadap segala sesuatu sebelum kemunculannya. Jadi pengetahuan Allah hanya terbatas terhadap apa yang ada. Allah tidak terhadap barang yang belum Dia ciptakan.

               Sebagain besar dari mereka berpendapat bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum Dia menghendakinya. Tatkala Dia menghendakai sesuatu, Diapun bersifat tahu.  Jika Dia tidak menghendaki, Dia tidak bersifat tahu. Makna Allah berkehendak menurut mereka adalah bahwa Allah mengeluarkan gerakan. Ketika gerakan itu muncul, maka Allah bersifat tahu terhadap sesuatu yang akan diciptakannya itu.

          b.  Konsep Imamah
              Kelompok Syi'ah hanya mengakui kepemimpinan yang berasal dari ahlul bait, yaitu keturunan dari Ali dan Fathimah. Mereka tidak mengakui kepemimpinan yang berada di luar itu.

     5. Pemikiran Kalam Ahlus Sunnah wal Jama'ah
     Pemikiran kalam kelompok ahlus sunnah wal jama'ah sering merujuk pada pemikiran yang dikembangkan oleh Al-Asy'ari dan Al-maturidi. Oleh karena itu, apa yang akan dipaparkan di sini merupakan pemikiran-pemikiran yang dicetuskan oleh kedua tokoh tersebut. Di antara beberapa pemikirannya yang dapat penulis sampaikan di sini adalah:

        a.  Konsep Iman dan Kufur
       Dalam pandangan ahkus sunnah wal jama'ah iman hanya berupa tashdiqul qalbi, yaitu pembenaran hati yang diformalkan dalam bentuk ikrar secara lisan. Jadi amal seseorang tidak bisa dijadikan dasar untuk menentukan kadar keimanan di dalam hatinya. Tinggi rendahnya iman tidak bisa diukur dengan tindakan nyata seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Sebab iman akan senantiasa tetap, yang berubah hanya sifatnya saja. Dan sifat iman inilah yang dapat ditilik dari beragam amal perbuatan yang dilakukan seseorang dalam kaitannya dengan pengamalan ajaran agama.

          b.  Status Orang yang Berdosa Besar

              Orang melakukan dosa besar tidak akan menyebabkan mereka menjadi kafir, selama orang tersebut mengakui bahwa perbuatan itu termasuk hal yang dilarang dalam agamanya. Dan jika mereka mati sebelum sempat bertaubat, maka itu tergantung pada keputusan Allah. Kalau Allah mengampuni semua dosanya maka dia akan masuk ke surga, tapi bila tidak diampuni oleh Allah maka akan masuk neraka tetapi tidak akan kekal di dalamnya.


Muara, Desember 2017
First