sumber: http://www.tongkronganislami.net/ |
Tulisan
ini merupakan sebuah terjemahan bebas dari kitab “Syamsu al-Ma’ali fi Tarjamah
Bad-i al-Amaly”, yang ditulis oleh guru saya, Kiai Abd. Ghafir Khalid Fakhri
Zakariyah, pengasuh Majelis Ilmu Syar’i Salafi “al-Itqan” di Dusun Rambu’ Desa
Nyabakan Bara’ Kecamatan Batang=batang Kabupaten Sumenep.
“Bad-u
al-Amaly” adalah sebuah kitab tauhid yang ditulis oleh Syaikh Sirajuddin Abul
Hasan Ali bin Utsman al-Ausyi, dalam bentuk nadhaman (puisi) yang sangat indah.
Kitab ini diterjemahkan oleh Kiai Abd. Ghafir ke dalam bahasa Madura, dengan
tambahan penjelasan seperlunya, yang diberi nama “Syamsu al-Ma’ali”: matahari
tertinggi.
Kitab
inilah yang saya terjemahkan lagi ke dalam bahasa Indonesia, sebagaimana
berikut:
يقول العبد فى بدئ الأمالى #
لتوحيد بنظم كاللألى
Artinya:
“Seorang
hamba Allah, yaitu Syaikh Sirajuddin Abul Hasan Ali bin Utsman al-Ausyi, akan
berkatan tentang tauhid dalam sebuah kitab “Bad-u al-Amaly”, yang ditulis dalam
bentuk nadhaman (lirik-lirik puisi) yang begitu indah.
Keterangan:
Bagi
siapa saja yang ingin mempelajari sebuah bidang ilmu, maka harus mengetahui
terlebih dahulu dasar-dasar (mabadi) ilmu tersebut, yang berjumlah sepuluh.
Sepuluh dasar dalam ilmu tauhid meliputi:
1. Batasan
ilmu tauhid adalah ilmu yang bisa menetapkan aqidah-aqidah agama, yang diambil
dari sumber-sumbernya yang bersifat keyakinan;
2. Objek
ilmu tauhid adalah 1) Tuhan; berkenaan dengan segala hal yang wajib, muhal dan
jaiz bagiNya; 2) Nabi/Rasul, dari sisi sesuatu yang wajib, muhal dan jaiz bagi
mereka; 3) Kabar-kabar ghaib (sam’iyat) yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW,
yang harus diimani; 4) Segala sesuatu yang mungkin (mahkuluk), yang menunjukkan
adanya yang menciptakan (khaliq).
3. Hasil
atau manfaat ilmu tauhid adalah mengetahui adanya Allah SWT dengan tanda-tanda
yang nyata dan bisa menyelamatkan diri dari aqidah (keyakinan) orang-orang yang
tersesat. Hal ini bisa menyebabkan seseorang mendapatkan keberuntungan
selamanya.
4. Keutamaan
ilmu tauhid adalah termasuk ilmu yang paling mulia, karena berhubungan langsung
dengan eksistensi Allah SWT dan para rasulNya, dan segala hal lain yang
berhubungan langsung denganNya.
5. Relasi
ilmu tauhid dengan ilmu yang lain adalah ilmu tauhid merupakan pokok/pangkal
ilmu agama. Sementara ilmu-ilmu yang lain hanyalah sebatas cabang dari ilmu
tauhid.
6. Pengarang
ilmu tauhid adalah Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Kedua
imam ini yang membukukan ilmu tauhid secara sistematis dan secara
terang-terangan menolak aqidah mu’tazilah yang melenceng dari nilai-nilai tauhid
yang dibawa oleh para nabi, sejak Nabi Adam AS.
7. Diberi
nama ilmu tauhid karena pembahasan yang paling banyak di dalamnya adalah
pembahasan tentang keesaan Allah SWT. Dinamai juga dengan sebutan ilmu kalam,
karena para ulama terdahulu ketika sedang mendiskusikan suatu masalah, biasanya
mengucapkan “al-karamu fi kadza…”, atau karena terdapat banyak perbedaan dalam persoalan
“kalamullah” (al-Quran), ataupun sebab yang lainnya.
8. Sumber
ilmu tauhid, yaitu ilmu tauhid diambil dari dalil-dalil aqli (akal) dan naqli
(al-Quan dan Hadits).
9. Hukum
belajar ilmu tauhid adalah fardlu ‘ain. Yaitu kewajiban bagi setiap orang
mukallaf, baik laki-laki maupun perempuan.
10. Masalah-masalah
alam ilmu tauhid adalah masalah-masalah keniscayaan yang berkenaan dengan hukum-hukum
wajib, muhal dan jaiz.
Biografi Singkat Imam al-Asy’ari
Imam
al-Asy’ari dijuluki sebagai nashir as- sunnah, penolong sunnah, bernama lengkap
Abu Hasan Ali bin Ismail bin Abu Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah
bin Musa bin Bilal bin Abu Dardah bin Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari,
seorang shabat Rasulullah SAW.
Imam
al-Asy’ari dilahirkan pada tahun 260 H. Beliau pada mulanya berguru kepada al-Jubba’i,
sekaligus ayah tiri beliau, seorang ulama terkemuka mu’tazilah. Selain itu,
beliau juga berguru kepada Abu Ishaq al-Marwazi.
Pada
awalnya, Imam al-Asy’ari seorang mu’tazili yang hebat, kemudian keluar dan
berbalik menyerang paham-paham mu’tazilah yang banyak menyimpang. Ada ulama
yang mengatakan bahwa beliau bermadzhab sya’fie, ada pula yang mengatakan
bermadzhab maliki.
Imam
al-Asy’ari meninggal dunia di Baghdad Irak, pada tahun 324 H, dalam usia 64
tahun. Ada pula yang mengatakan bahwa beliau meninggal pada tahun 330 H.
Biografi
Singkat Imam al-Maturidi
Imam
al-Maturidi diberi julukan nashir as-sunnah, penolong sunnah, dengan nama
lengkap Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Hanafi. Beliau meninggal
dunia pada tahun 333 H dan dikebumikan di Kota Samarqand.
Imam
al-Maturidi lebih dulu menegakkan ajaran ahlussunnah wal jama’ah dan menolak
ajaran ahli bid’ah, dari pada Imam al-Asy’ar. Karena Imam al-Asy’ari baru
menyatakan keluar dari mu’tazilah pada saat beliau berumur 40 tahun.
إله الخلق مولانا قديم # وموصوف
بأوصاف الكمال
Artinya:
Allah
SWT, pencipta alam semesta, adalah dzat yang wajib adanya, yang dahulu
(keberadaannya tanpa permulaan) dan memiliki sifat-sifat sempurna, seperti
sifat ilmu, qudrah, hayat, baqa’ dan sejenisnya.
هو الحي المدبر كل أمر # هو
الحق المقدر ذو الجلال
Artinya:
Allah
SWT adalah dzat Yang Maha Hidup, Maha Pengatur segala urusan, dengan ketentuan
yang pasti, baik yang yang menyangkut perkara baik ataupun buruk.
Keterangan:
Dalam
satu bait ini, Kiai Nadhim, kiai yang membuat nadhaman, memberikan satu isyarat
bahwa semua perbuatan manusia (makhluk) termasuk sesuatu yang diciptakan oleh
Allah SWT. Sekaligus menolak terhadap kelompok mu’tazilah yang berkeyakinan
bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh manusia itu sendiri.
مريد الخير والشر القبيح # ولكن
ليس يرضى بالمحال
Artinya:
Menurut
ahlussunnah wal jama’ah, Allah SWT yang berkehandak dan menentukan segala
sesuatu yang baik dan yang buruk, sperti perbuatan taat dan maksiat. Namun
Allah SWT tidak ridla terhadap perbuatan yang buruk atau maksiat.
Keterangan:
Kiai
Nadhim, melalui satu bait ini, dengan tegas menolak ajaran mu’tazilah yang
berkesimpulan bahwa perbuatan buruk seseorang lahir atas kehendaknya sendiri,
bukan atas kehendak Allah SWT. Sedangkan segala kelakuan baik seseorang, muncul
atas kehendak Allah SWT, dengan alasan supaya tidak menisbatkan atau
menyandarkan kelakuan buruk kepada Allah SWT.
Namun
hal ini bertentangan dengan firman Allah sendiri yang mengatakan bahwa segala
sesuatu bersumber dari Allah SWT. Dialah yang menciptakan segala sesuatu,
menyesatkan dan memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki.
Maka,
sumber segala pekerjaan baik dan buruk yang dilakukan oleh seeorang adalah
takdir (ketetapan) dari Allah SWT. Sedangkan siksa Allah SWT yang diberikan
kepada ahli maksiat, meskipun sudah berupa takdir, itu karena setiap orang
diberi hak oleh Allah untuk ikhtiar, yaitu memilih antara yang baik dan yang
buruk.
Sedangkan
perbedaaan antara qadla dan qadar, kalau qadla merupakan ketetapan Allah SWT di
zaman azali. Kalau qadar menetapkan suatu keputusan yang sudah ditetapkan tersebut
pada saat yang sudah ditentukan.
2 komentar
Write komentarAssalamu'alaikum Kang minta lanjutannya dong
ReplyTerusannya mana ?
ReplyEmoticonEmoticon