Shadaqah sebagai Mekanisme Keharmonisan Sosial

sumber: media.ihram.asia

Pendahuluan
Shadaqah pada dasarnya memberikan energi dalam mewujudkan impian sosial di tengah maraknya individualisme dan pragmatisme yang menyertainya. Shadaqah tidak hanya didefinisakan sebagai pemberian materi, tetapi juga pemberian yang bersifat immateri. Karena shadaqah secara umum ialah keseluruhan amal kebaikan yang dilakukan setiap muslim untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia.[1] Secara tidak langsung dengan bershadaqah, Islam menuntun kita untuk memiliki kepekaan, baik terhadap kehidupan sosial maupun terhadap lingkungan. Karena muslim yang ideal mempunyai dua dimensi yaitu orang yang shalih (ritual) dan shalih sosial.

Stratifikasi sosial antara kaum borjuis dan kaum proletar merupakan salah satu bentuk keadilan Tuhan dalam arti yang substansial kita dituntut untuk saling melengkapi satu sama lain. Perbedaan semacam itu dimaksudkan untuk memperluas amal ibadah serta terjalinnya hubungan harmonis di tengah kehidupan sosial yang semakin terpuruk. Membedakan manusia berdasarkan perannya dalam status sosial masyarakat: karena dia kaya, konglomerat, pemilik modal, miskin, kaum pekerja dan sebagainya akan menjadi jarak bagi mereka dalam menunaikan kewajibannya. Hal seperti itu, merupakan potret kesenjangan dalam interaksi sosial masyarakat sekarang yang cenderung individualistik dan pragmatis.

Individualistik yang diwujudkan dengan sikap egoistis dan gengsi telah menjadi karakteristik kehidupan modern. Mayoritas masyarakat lebih disibukkan dengan kepentingan pribadinya dari pada berbagi terhadap saudara-saudaranya yang lain. Mereka enggan mendengarkan suara tuhan yang menjerit karena kelaparan, mereka lebih memilih memuaskan keinginannya dengan berbagai kemewahan.

Padahal jika kita tilik ke ranah yang lebih serius harta kekayaan yang Tuhan anugerahkan kepada manusia hanyalah titipan yang mesti disalurkan kepada yang lain. Karena apabila kita memberikan sebagian dari yang kita miliki baik berupa materi atau immateri (bershadaqah) dapat memberikan dampak yang besar bagi kehidupan manusia yang salah satunya dapat meredakan murka Tuhan dengan catatan shadaqah dalam kategori ikhlas fisabīlillah.[2]

Tulisan ini bermaksud, menganalisa fungsi shadaqah untuk meminimalisisr kesenjangan sosial dalam kehidupan masyarakat, yaitu kesenjangan antara si kaya dengan si miskin, antara si tuan dengan hamba sahayanya. Dengan demikian, shadaqah dapat memainkan peran pentingnya dalam rangka menciptakan keharmonisan antar sesama dan egalitarianisme sosial.

Pengertian dan Hukum Shadaqah
Secara etimologi, kata shadaqah berasal dari bahasa Arab shadaqa yang berarti benar. Makna shadaqah secara bahasa adalah membenarkan sesuatu.[3] Pada awal pertumbuhan islam, shadaqah diartikan dengan pemberian yang disunahkan (shadaqah sunah). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa shadaqah menurut bahasa adalah sesuatu yang diberikan dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah SWT.

Sedangkan menurut Syara', shadaqah adalah memberi kepemilikan pada seseorang pada waktu hidup dengan tanpa imbalan sesuatu dari yang diberi serta ada tujuan taqarrub pada Allah SWT. Shadaqah juga diartikan memberikan sesuatu yang berguna bagi orang lain yang memerlukan bantuan (fakir-miskin) dengan tujuan untuk mendapat pahala.[4]

Pengertian shadaqah sama dengan pengertian infak. Hanya saja, infak berkaitan dengan materi, sedangkan shadaqah memiliki arti lebih luas, menyangkut materi dan nonmateri. Misalnya amal kebaikan yang dilakukan seorang Muslim juga termasuk shadaqah.[5] Dari beberapa definisi di atas, shadaqah dapat diartikan sebagai pemberian sesuatu baik materi maupun nonmateri tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala dari Allah Swt.

Shadaqah ini hukumnya adalah sunnah, bukan wajib. Karena hal itu, untuk membedakannya dengan zakat yang hukumnya wajib. Akan tetapi, hukum sunnah ini bisa menjadi haram, apabila diketahui bahwa penerima shadaqah akan memanfaatkannya pada yang haram sesuai kaidah syara’:[6] “Segala perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram pula”. Tidak bisa dipungkiri, hukum shadaqah bisa menjadi wajib, misalnya terjadi suatu kasus ada seseorang yang membutuhkan pertolongan dalam keadaan dharurah. Karena itu dilakukan demi kemaslahatan bersama.

Implementasi Shadaqah dalam Kehidupan Sehari-hari
Shadaqah adalah ibadah yang mempunyai dimensi ganda yaitu vertikal yang berkaitan dengan hubungan kita kepada Zat Yang Maha Tinggi, dan horizontal yang berkaitan dengan bentuk dan pola interaksi antar manusia. Ibadah hirizontal adalah ibadah yang mempunyai efek langsung dengan konteks kehidupan masyarakat sekitar. Argumentasi ini paralel dengan pesan Tuhan dalan kitabNya:[7]
|M÷ƒuäur& Ï%©!$# Ü>Éjs3ムÉúïÏe$!$$Î/ ÇÊÈ šÏ9ºxsù Ï%©!$# íßtƒ zOŠÏKuŠø9$# ÇËÈ Ÿwur Ùçts 4n?tã ÏQ$yèsÛ ÈûüÅ3ó¡ÏJø9$# ÇÌÈ  
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin”.

Ayat tersebut pada intinya menjelaskan bahwa orang yang mendustakan agama ialah orang-orang kaya atau mampu yang menutup mata dari keterpurukan masyarakat di sekitarnya. Di sinilah dimensi horizontal dari shadaqah, dapat kita aplikasikan dengan cara menyantuni anak yatim dan memberi makan pada orang-orang miskin. Dimensi ini merupakan ibadah sosial yang dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah sekaligus memberi pertolongan pada orang lain. Karena mengejawantahkan keimanan tidak hanya dalam bentuk ibadah syar’iyah melainkan juga ibadah sosial.

Shadaqah sebagai fungsi sosial adalah untuk menghasilkan solusi dari berbagai problem sosial kemasyarakatan, khususnya kesenjangan ekonomi. Dengan bershadaqah, masing-masing orang tersadar bahwa kita membantu orang lain yang sedang berada dalam himpitan kesulitan ekonomi. Shadaqah yang baik memang bisa diorientasikan untuk menjadi solusi problem tersebut, yaitu shadaqah yang dilakukan dengan ikhlas, istiqamah, dan betul-betul memerhatikan nasib sipenerima. Dilihat dari nilai dan kontribusinya bagi aspek sosial, peran penting shadaqah sama dengan ‘amar ma’ruf nahī munkar dan menjaga perdamaian.

Dapat dipahami, shadaqah akan meruntuhkan kesenjangan sosial dan akan mendekatkan diri seseorang dengan masyarakat sekitar. Sebab, shadaqah merepresentasikan adanya kepedulian dan keinginan untuk terus menjalin komunikasi. Shadaqah dalam fungsi ini bisa ditafsirkan sebagai alat komunikasi dan perekat hubungan sosial.

Padahal sesuatu yang memiliki nilai shadaqah itu tidak hanya harta tetapi juga dapat berupa tenaga dan pikiran, senyum, wajah ceria dan perbuatan baik serta pekerjaan. Sehingga, M. Thobroni mengemukakan ada dua solusi konkrit dalam shadaqah yang berbentuk pekerjaan. Pertama, jika kita telah mampu, kita bisa memberikan lapangan kerja kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, utamanya masyarakat sekitar, tetangga, sanak famili terdekat. Apabila tidak mampu memberikan lapangan pekerjaan, maka dapat menggunakan solusi yang kedua, yakni memberikan atau mencarikan informasi kerja yang diharapkan mampu mengangkat taraf hidup orang lain.[8]

Shadaqah menyuruh kita untuk tidak hidup individualistik dan tidak peduli pada kehidupan sekitar. Pesan Nabi tersebut akan menciptakan keharmonisan antar manusia (tetangga) tanpa adanya kekerasan dan pendiskriminasian pada si miskin. Semua bentuk kebajikan terhadap sesama manusia dalam bentuk apapun yang dilakukan adalah shadaqah, karena bertolak dari sumber yang satu, yaitu kemanusiaan yang tulus.

Rasa kemanusiaan inilah yang menggerakkan seseorang untuk menyingkirkan duri dari jalan, menuntun orang buta, mendukung orang yang lemah, memberi senyum harapan kepada orang yang patah hati. Itulah fungsi shadaqah dalam kehidupan sosial. Karena yang terpenting bagi kita ialah sejauh mana kita bisa saling memahami dan mengasihi satu sama lain.

Maka dari itu, shadaqah sangat dianjurkan dalam agama, karena dampaknya sangat luas baik bagi individu, masyarakat bahkan bagi kelangsungan hidup beragama itu sendiri.[9] Dampak bagi individu ialah dapat menyelamatkan harta kita dari perbuatan buruk serta akan disenangi Tuhan. Sedangkan bagi masyarakat ialah dapat mengentaskan kemiskinan dengan banyak mempelajari pola hidup sederhana seperti kehidupan para kekasih Allah terdahulu.

Dimensi sosial dari shadaqah harus benar-benar diperhatikan supaya dapat terlihat kesetaraan hidup manusia. Hal tersebut bisa terwujud dengan adanya sikap peduli terhadap sesama untuk mengaplikasikan nilai shadaqah dalam kehidupan masyarakat. Kesadaran terhadap pentingnya shadaqah menjadi langkah awal untuk menempatkan shadaqah sebagai suatu ibadah yang digemari. Kegemaran dalam bershadaqah inilah yang merupakan perantara bagi kita untuk hidup secara proporsional serta benar-benar memiliki potensi sebagai mekanisme keharmonisan sosial.

Hadits tentang Shadaqah
1.  Bershadaqah tidak Mesti dengan Harta[10]
عن أبي ذر رضي الله عنه أن أناساً من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم قالوا للنبي صلى الله عليه وسلم قالو للنبي صلى الله عليه وسلم : يا رسول الله ذهب أهل الدثور بالأجور يُصلون كما نصلي ويصومون كما نصوم ويتصدقون بفضول أموالهم قال – أوليس قد جعل الله لكم ما تصدقون إن بكل تسبيحة صدقة , وكل تكبيرة صدقة , وكل تحميدة صدقة وكل تهليله صدقة , وأمر بالمعروف صدقة ونهي عن منكر صدقة ,وفي بضع أحدكم صدقة - قالوا يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر ؟ قال - أرأيتم لو وضعها في حرام أكان عليه وزر فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر

Dari Abu Dzar ra, dari Nabi saw, ia berkata: Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah saw. berkata kepada Nabi saw: “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”.

Nabi bersabda : “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershadaqah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah shadaqah, tiap-tiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shadaqah”. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah saw menjawab: “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR. Muslim).

2.  Segala Perbuatan Baik Adalah Shadaqah[11]
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم - كل سلامى من الناس عليه صدقة , كل يوم تطلع فيه الشمس تعدل بين اثنين صدقة , وتعين الرجل في دابته فتحمله عليها أو ترفع  له عليها متاعه صدقة , والكلمة الطيبة صدقة , وبكل خطوة تمشيها إلى الصلاة صدقة , وتميط الأذى عن الطريق صدقة " رواه البخاري ومسلم

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah saw: ‘Setiap anggota badan manusia diwajibkan bershadaqah setiap hari selama matahari masih terbit. Kamu mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah, kamu menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah shadaqah, berkata yang baik itu adalah shadaqah, setiap langkah berjalan untuk shalat adalah shadaqah, dan menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah ”. (HR. Bukhari Muslim).

Analisis Hadits tentang Shadaqah
1.  Kandungan isi hadits
Latar belakang munculnya hadits di atas ialah adanya ‘kegundahan hati’ para sahabat. Mereka merasa tidak dapat optimal dalam beribadah kepada Allah SWT. Karena mereka merasa bahwa para sahabat-sahabat yang memiliki kelebihan harta, kemudian menshadaqahkan hartanya, tentulah akan mendapatkan derajat yang lebih mulia di sisi Allah swt. Sebab mereka melaksanakan shalat, puasa, dan juga mereka bershadaqah.

Akhirnya Rasulullah SAW. sebagai seorang murabbi sejati memberikan motivasi serta dorongan agar mereka tidak putus asa, dan sekaligus memberikan jalan keluar bagi para sahabat ini. Jalan keluarnya adalah bahwa mereka dapat bershadaqah dengan apa saja, bahkan termasuk dalam hubungan intim suami istri. Oleh karenanya tersirat bahwa Rasulullah saw. meminta kepada mereka agar pandai-pandai mencari peluang ‘pahala’ dalam setiap aktivitas kehidupan sehari-hari, agar semua hal tersebut di atas terhitung sebagai shadaqah.[12]

Hadits di atas memberikan gambaran luas mengenai makna shadaqah. Karena digambarkan bahwa shadaqah mencakup segenap sendi kehidupan manusia. Bukan hanya terbatas pada makna menginfakkan uang di jalan Allah, memberikan nafkah pada fakir miskin atau hal-hal sejenisnya. Namun lebih dari itu, bahwa shadaqah mencakup segala macam dzikir (tasbih, tahmid dan tahlil) serta mencakup amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW. secara tersirat meminta kepada para sahabatnya untuk pandai-pandai memanfaatkan segala aktivitas kehidupan agar senantiasa bernuansakan ibadah. Karena makna shadaqah tidak terbatas hanya pada shadaqah dengan harta atau materi.

2.  Sanad dan Rawi Hadits
Dilihat dari kualitasnya, dua hadits di atas tergolong hadits shahih, karena memiliki sanad yang jelas dan bersambung sampai kepada Nabi Muhammad saw. Sanad hadits yang pertama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang sanadnya sebagai berikut:[13]
1.       Nabi Muhammad saw.
2.       Abu Dzar
3.       Abul Aswad Ad-dhili
4.       Yahya bin Ya`mar
5.       Yahya bin `Uqail
6.       Washil Maula Abi Uyaynah
7.       Mahdi bin Maimun
8.       Abdullah bin Muhammad bin Asma` Ad-duba`i
9.       Imam Muslim

Sementara sanad dari hadits yang kedua ialah:[14]
1.       Nabi Muhammad saw.
2.       Abu Hurairah
3.       Ma`mar Hamman bin Munabbih
4.       Abdurrazaq bin Hamman
5.       Muhammad bin Rafi`
6.       Imam Muslim

Sedangkan mengenai rawi hadits sebagaimana disebutkan di atas, sudah mencukupi kriteria yang harus dimiliki oleh para perawi hadits. Kriteria tersebut ialah adil dan hafalannya sempurna. Sehingga dengan begitu, hadits tersebut tergolong hadits shahīh.

Penutup
Shadaqah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain baik materi maupun nonmateri tanpa ada tukarannya karena mengharapkan pahala dari Allah swt. Dalam hal ini shadaqah memiliki arti yang luas yaitu menyangkut materi dan nonmateri. Hukum dari shadaqah ialah sunnah.

Dalam implementasinya, shadaqah sebagai fungsi sosial yaitu untuk menghasilkan solusi dari berbagai problem sosial kemasyarakatan, khususnya kesenjangan ekonomi. Dengan bershadaqah, masing-masing orang tersadar bahwa kita membantu orang lain yang sedang berada dalam himpitan kesulitan ekonomi. Shadaqah yang baik memang bisa diorientasikan untuk menjadi solusi problem tersebut, yaitu shadaqah yang dilakukan dengan ikhlas, istiqamah, dan betul-betul memerhatikan nasib sipenerima. Dilihat dari nilai dan kontribusinya bagi aspek sosial, peran penting shadaqah sama dengan ‘amar ma’ruf nahī munkar dan menjaga perdamaian.

Pernyataan di atas sesuai dengan hadits Nabi dan status haditsnya shahih serta memiliki sanād yang lengkap. Selain itu, asbabul wurud yang melatar belakangi lahirnya hadits tersebut, sehingga keberadaan hadits tentang shadaqah yang menjadi kajian penting dalam makalah ini menjadi terungkap dengan jelas.


Author: Bintu Assyathie




Daftar Pustaka
Al-Qur’an Terjemah. Mushaf Aisyah,  Bandung: Jabal Raudatul Jannah, 2010.
Bukhari, Imam. Shahih Bukhari, Bairut: Darul Kutub, 2009.
Indonesian Muslim Society, Sedekah, http://forumsedekah.blogspot.com.15 September 2015.
Muslim, Imam. Shahih Muslim, Bairut: Dzarul Fikr, 2008.
Ridho, M. Taufiq. Perbedaan Ziwaf, Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia, tt.
Shodiq. Kamus Istilah Agama, Jakarta: C.V. Seinttarama, 1988.
Suparta, HM. Shadaqah dalam Kehidupan Sehari-hari, Surabaya: Mutiara Ilmu, 2004.
Susetya,Wawan. Meredakan Murka Tuhan: Menyelamatkan Diri dari Murka Tuhan, Bandung: Rosdakarya, 2007.
Suyitno et.al. Anatomi Fiqih dan Zakat, Bandung: Pustaka, 2005.        
Thobroni, M. Kemukjizatan Sedekah, Jakarta: Mizan, 2007.




[1] Suyitno et.al. Anatomi Fiqih dan Zakat (Bandung: Pustaka, 2005), 5.
[2] Wawan Susetya, Meredakan Murka Tuhan: Menyelamatkan Diri dari Murka Tuhan (Bandung: Rosdakarya, 2007), 19.
[3] M. Taufiq Ridho, Perbedaan Ziwaf (Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia, tt), 1.
[4] Shodiq, Kamus Istilah Agama (Jakarta: C.V. Seinttarama, 1988), 289.
[5] Indonesian Muslim Society, Sedekah, http://forumsedekah.blogspot.com./15 September 2015.
[6] Ridho, Perbedaan Ziwaf, 9.
[7] Al-Qur’an Terjemah, Mushaf Aisyah  (Bandung: Jabal Raudatul Jannah, 2010), 616.
[8] M. Thobroni, Kemukjizatan Sedekah (Jakarta: Mizan, 2007), 26.
[9] HM. Suparta, Shadaqah dalam Kehidupan Sehari-hari (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2004), 16.
[10] Imam Muslim, Shahih Muslim (Bairut: Darul Fikr, 2008), 190.
[11] Imam Bukhari, Shahih Bukhari (Bairut: Darul Kutub, 2009) 180.
[12] Bukhari, Shahih Bukhari, 188.
[13] Muslim, Shahih Muslim, 199.
[14] Ibid, 205.
Previous
Next Post »